A. Gending Petalon
Petalon berasal dari kata “TALU” (Jawa) yang berarti “Mulai” atau “Mengawali“, sehingga kata Gending Petalon berarti Gending Pembukaan atau gending-gending untuk mengawali sebuah Acara.
Gending-gending pada bagian ini pada umumnya memuat makna sebagai ungkapan do’a. Misalnya saja : “Ladrang Slamet” atau juga biasa disebut “Ladrang Wilujeng”. Slamet adalah bahasa Jawa ngoko, dan Wilujeng adalah bahasa Jawa Krama yang dalam bahasa Indonesianya berarti “Selamat”.
Jadi di mainkannya Gending tersebut dengan harapan acara yang digelar
saat itu dapat berlangsung Selamat, baik pada saat acara berlangsung
maupun sesudahnya. Masih banyak lagi Gending untuk Petalon yang
mempunyai maksud yang sama misalnya : MUGI RAHAYU (Semoga Selamat), PUJI RAHAYU (Do’a Selamat), SRIWIDODO (Raja/Ratu Selamat)
B. Gending pada Babak Pertama (I)
(1) Jejer-I (Jejer Kawitan)
Babak (Episode) Pertama Pementasan Wayang diawali dengan adegan yang dinamai “JEJER – I” atau biasa disebut sebagai “JEJER KAWITAN”.
Untuk mengiringi adegan ini ada beberapa
macam Gending yang disesuaikan dengan Raja/Kerajaan mana adegan
tersebut. Misalnya untuk kerajaan Hastina (Ngastina) dipakai Gending Kabor. Kabor berasal dari kata Kabur (tidak jelas), yang maknanya adalah : bahwa
apa yang nantinya menjadi topik pembicaraan dalam adegan ini biasanya
tidak jelas atau kabur, tidak memiliki visi dan misi yang baik. Sedangkan untuk Kerajaan Amerta (Ngamarta) atau Pendawa menggunakan Gending Kawit atau Kawah. Gending ini bermakna sebagai Awal (Kawit-an) dari rencana (Visi-Misi), sedangkan Kawah yang di maksud disini adalah “tempat untuk menggodog” sesuatu (Visi-Misi) yang pada umumnya adalah hal-hal yang berkaitan dengan ketentraman dan kesejahteraan rakyat negerinya. Dan masih banyak lagi Gending-gending dan maknanya.
Jika dalam adegan ini harus ada peperangan, maka perangnya disebut sebagai “Perang Rempak” yaitu perang yang tidak berlanjut, karena akan berlanjut nanti setelah melewati beberapa adegan lainnya.
(2) Gending untuk mengiringi datangnya Tamu.
Jika dalam adegan Awal (Jejer-I) ada tamu
yang datang maka untuk mengiringi datangnya tamu juga ada
gending-gending khusus sebagaimana skema di atas. Semuanya disesuaikan
dengan karakter tamu yang akan datang sehingga suasana pergelaran
menjadi terasa pas dan penuh filosofi.
(3) Jengkar Kedaton, (4) Limbukan dan (5) Bodolan.
Gending-gending untuk mengiringi
adegan-adengan ini secara garis besar sebagaimana skema diatas, namun
sebenarnya sangat banyak ragam dan jenis gending-gending yang dapat
digunakan, tergantung sifat dan karakter dari adegan serta pelaku dalam
adegan tersebut.
(6) Jejer – II (Jejer Sabrangan atau Bondet)
Jejer ke 2 ini disebut sebagai Jejer Sabrangan karena biasanya adegan yang tampil adalah Kerajaan Negeri Seberang. Seberang yang dimaksud disini adalah “seberang lautan” atau tidak sedaratan dengan Kerajaan pada Jejer I yang konotasinya adalah berada di Tanah Jawa.
Tetapi juga tidak sepenuhnya harus demikian, karena bisa saja pada
cerita tertentu Jejer 2 ini adalah kerajaan atau pertapaan (non
seberang), misalnya pertapaan Kendalisodo dll. Dan jika demikian halnya,
maka Jejeran ini dinamakan “Jejer Bondet”.
(7) Perang Gagal
Perang Gagal adalah peperangan yang terjadi antara Negeri pada Jejer-1 dan Negeri Jejer-2. Disebut Perang Gagal, karena dari peperangan ini Gagal membuahkan hasil, atau dengan kata lain : Visi dan Misi nya Gagal (belum tercapai).
Gending yang digunakan untuk mengiringi adegan ini pada umumnya adalah : Srempek 6 , Kemudo atau Palaran dll., yang kemudian diteruskan ke Sampak Pathet 6.
Gending-gending pada bagian ini prinsipnya menggunakan Pijakan Nada / Nada Dasar atau yang biasa disebut dengan nama “Pathet”, yaitu Pathet Nem (6).
C. Gending pada Babak – II
(1) Goro-goro
Goro-goro, …… adegan ini sebenarnya bukan adegan baku (sesuai pakem), namun merupakan adegan tambahan guna memberikan tempat untuk kepentingan hiburan dan guyonan. Kalau tidak salah, adegan ini merupakan rekaan Ki Nartosabdo (Almarhum), dan pada adegan ini para Punokawan (Semar, Gareng, Petruk dan Bagong) bebas bercengkerama sambil menunggu Bendoro (tuan) mereka datang untuk mengajaknya pergi berkelana.
Gending-gending yang digunakan diawali dengan srempek Banyumas-an atau yang lain. Setelah itu baru Gending-gending Dolanan dan juga Gending-gending Jineman tergantung Dhalang dan juga permintaan dari para Penonton.
(2) Jejer – III (Jejer Pandito)
Jejer ke 3 ini disebut Jejer Pandito, karena pada umumnya adeganya adalah sebuah pertapaan (tempat tinggal sang Pandito), misalnya : Begawan Abiyoso sedang dihadap oleh Raden Arjuna dlsb. Untuk adegan ini biasanya menggunakan Gending Lara-Lara, sebuah gending yang sifatnya membuat pendengarnya “Trenyuh”.
Kenapa demikian? ……, ….. ya, ……. karena dalam adegan ini biasanya membahas sebuah solusi terhadap suatu keadaan yang susah, dan meyedihkan. Sang Begawan bertindak sebagai sang Problem Solver yang akan memberi arahan dan petunjuk kepada sang kesatriya (tamunya) bagaimana cara menemukan solusi bagi kesulitan yang sedang dihadapinya.
Masih serangkaian dengan adegan ini,
yaitu ketika sang Kesatriya meninggalkan Pertapaan, maka Gending yang
mengiringinya biasanya Gending Ketawang Subokastowo atau yang lainnya, yang kemudian diteruskan dengan ayak-ayakan Slendro Pathet 9.
3) Perang Kembang
Perang Kembang adalah : perang yang keberadaanya hanya sebagai selingan, sisipan (tambahan). Disebut Perang Kembang dimaksudkan hanya sebagai Kembang-an (Hiasan) agar lebih menarik.
Gending pengiring yang umum dipakai pada adegan ini adalah : berbagai jenis Srempek, Palaran dan Sampak pathet 9 atau Pelog Pathet Barang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar